Ketika Al-Ghazali hendak mengambil sapu, syekh kemudian menyuruh agar lantai itu tidak dibersihkan dengan sapu melainkan dengan tangan.
Al-Ghazali pun melakukannya, menyapu lantai tersebut dengan tangannya.
Setelah lulus dari ujian pertama, syekh kemudian menguji kembali Al-Ghazali, yaitu memerintahkannya untuk membersihkan kotoran yang ada di sekitarnya.
“Sapulah kotoran itu,” perintah syekh.
Baca Juga: OIKN Tegaskan Kunjungan ke IKN Gratis, Hati-hati Penipuan!
Ketika Al-Ghazali hendak melepas pakaiannya, syekh kemudian memerintahkan agar kotoran itu dibersihkan dengan pakaian itu.
“Bersihkan lantai itu dengan baju yang kamu pakai,” perintah syekh.
Saat Al-Ghazali hendak membersihkan kotoran tersebut dengan pakaiannya, syekh kemudian mencegahnya karena telah melihat keikhlasan dalam diri muridnya itu.
Selanjutnya, syekh tersebut memerintahkan Al-Ghazali untuk pulang.
Setelah kembali dan tiba di madrasahnya, Imam Ghazali merasakan hatinya terbuka dan mendapatkan ilmu yang luar biasa dari Allah melalui wasilah pertemuan tersebut.
Perjalanan hidup Imam Ghazali ini mengajarkan pentingnya seorang muslim untuk tidak pernah berhenti belajar.
Meski telah bergelar syekh, semangat Imam Ghazali dalam mencari ilmu tidak pernah padam.
Selanjutnya, seorang muslim juga perlu memiliki guru spiritual yang dapat membimbing, mengarahkan, serta memperbaiki hati.
Dalam dunia tasawuf, hati memiliki peran penting dalam kehidupan manusia karena menjadi pusat dan penentu kualitas spiritual seseorang.
Selain itu, kisah ini juga memberikan gambaran sekaligus tantangan bagi para guru agar bisa meningkatkan dimensi batin.
Artikel Terkait
Jajanan Tak Sehat Picu Lonjakan Kasus Penyakit Kronis Anak, Program Makan Siang Jadi Solusi
KPK Terus Dalami Dugaan Korupsi Pengadaan Barang dan Jasa di Situbondo
Momen Sumpah Pemuda, Ingatkan Bahasa Indonesia Jembatan Persatuan dalam Keberagaman