Perang Topat diadakan sebagai wujud rasa syukur atas berkah hasil panen dan kesejahteraan yang diberikan oleh Tuhan.
Ritual ini juga dianggap sebagai doa bersama agar masyarakat Lombok mendapatkan kehidupan yang makmur serta dijauhkan dari bencana dan kesulitan.
Rangkaian Perang Topat diawali dengan berbagai upacara adat, seperti doa bersama di Pura Lingsar yang dilakukan oleh umat Hindu dan Muslim. Setelah doa, masyarakat berkumpul untuk memulai prosesi utama, yaitu saling lempar ketupat (topat).
Ketupat yang digunakan dalam perang ini terbuat dari anyaman janur yang diisi dengan beras, melambangkan kesuburan dan keberlimpahan rezeki.
Para peserta yang terlibat dalam Perang Topat, baik umat Hindu maupun Islam, saling melempar ketupat dengan penuh sukacita. Meskipun disebut “perang,” acara ini sama sekali tidak bernuansa kekerasan, melainkan dipenuhi kegembiraan, tawa, dan semangat kebersamaan.
Baca Juga: Rayakan Idul Fitri dengan Tradisi Unik Nusantara (Bagian 1) : Meugang di Aceh
Setelah perang usai, ketupat yang berserakan di tanah dikumpulkan dan dipercaya membawa berkah bagi lahan pertanian.
Perang Topat telah menjadi warisan budaya yang dijaga secara turun-temurun. Pemerintah daerah serta masyarakat setempat terus berupaya melestarikan tradisi ini agar tetap menjadi simbol persaudaraan di tengah keberagaman.
Tradisi ini juga menjadi daya tarik wisata budaya yang menarik banyak wisatawan, baik lokal maupun mancanegara.
Baca Juga: Menjelajahi Keajaiban Taman Nasional Baluran: Petualangan Safari di Jawa Timur
Di era modern ini, Perang Topat menjadi pengingat bahwa harmoni dan toleransi merupakan kunci utama dalam menciptakan kehidupan yang damai.
Sebagaimana Idul Fitri yang menjadi momen untuk kembali ke fitrah dan mempererat tali silaturahmi, Perang Topat juga mengajarkan nilai yang sama, yakni pentingnya menjaga hubungan baik dengan sesama.
Dengan semangat kebersamaan dan persatuan yang diwariskan dari generasi ke generasi, Perang Topat tetap menjadi bagian dari identitas budaya masyarakat Lombok, sekaligus contoh nyata bahwa perbedaan bukanlah halangan untuk hidup berdampingan dalam damai.
Beragam tradisi unik dalam menyambut Idul Fitri di berbagai daerah Indonesia menunjukkan betapa kayanya budaya Nusantara.
Artikel Terkait
Rayakan Idul Fitri dengan Tradisi Unik Nusantara (Bagian 1) : Meugang di Aceh
Rayakan Idul Fitri dengan Tradisi Unik Nusantara (Bagian 2) : Grebeg Syawal di Yogyakarta
Tips Hemat dan Cerdas Kelola Keuangan dengan Bijak saat Lebaran Idul Fitri
Mengapa Memasak Sayuran dalam Microwave Dapat Menyebabkan Kebakaran Rumah