Kabar24.id - Hari Raya Idul Fitri, yang dikenal sebagai momen kemenangan setelah sebulan penuh berpuasa, dirayakan dengan meriah di seluruh Indonesia. Setiap daerah memiliki cara khas dalam menyambut hari suci ini, mencerminkan kekayaan budaya dan tradisi yang beragam.
Aceh, daerah yang dikenal dengan julukan "Serambi Mekkah", memiliki berbagai tradisi unik dalam menyambut datangnya Hari Raya Idul Fitri. Salah satu tradisi yang telah berlangsung selama berabad-abad dan masih terus dilestarikan hingga kini adalah Meugang.
Tradisi ini bukan sekadar acara memasak dan menyantap daging bersama, tetapi juga memiliki nilai sosial, budaya, dan spiritual yang mendalam bagi masyarakat Aceh.
Meugang, yang juga dikenal dengan sebutan "Makmeugang" oleh masyarakat setempat, diyakini telah ada sejak masa Kesultanan Aceh Darussalam.
Baca Juga: ASUS ROG Phone 9 Series Hadir di Indonesia dengan Spesifikasi Gaming Terdepan
Pada zaman dahulu, sultan memerintahkan rakyat untuk menyembelih hewan dan membagikan daging kepada masyarakat sebagai wujud rasa syukur dan kebersamaan menjelang hari besar keagamaan.
Tradisi ini kemudian berkembang dan diwariskan secara turun-temurun hingga menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Aceh.
Meugang biasanya dilakukan tiga kali dalam setahun, yaitu menjelang bulan Ramadan, Hari Raya Idul Fitri, dan Idul Adha. Namun, momen Meugang menjelang Idul Fitri memiliki makna yang lebih istimewa karena menjadi simbol kemenangan setelah sebulan penuh berpuasa.
Baca Juga: Komdigi Luncurkan Mudikpedia 2025 dengan Fitur Lebih Lengkap untuk Pemudik
Dalam tradisi tersebut, selama pemerintahan Sulthan Iskandar Muda di masa keemasan Aceh, selain membagikan daging meugang kepada masyarakat kurang mampu, juga membagikan sembako dan kain.
Sejarawan Aceh, Tarmizi Abdul Hamid alias Cek Midi, menjelaskan tradisi meugang sudah berlangsung sejak 400 tahun lalu. Tradisi ini berawal dari kesultanan Aceh pada saat itu."Dalam literatur buku ‘Singa Aceh’ dijelaskan bahwa sultan sangat mencintai rakyatnya baik fakir miskin ataupun kaum dhuafa,"
Orang yang tidak mampu masa itu menjadi tanggung jawab sultan. Dia kemudian mengeluarkan satu qanun (hukum) yang mengatur tentang pelaksanaan meugang.
Baca Juga: Kalender Jawa Lengkap Bulan Maret 2025, Ada Weton Pasaran Jawa
Qanun yang dikeluarkan oleh sultan kala itu diberi nama ‘Meukuta Alam’. Pada Bab II pasal 47 qanun tersebut disebutkan, Sultan Aceh secara turun temurun memerintahkan Qadi Mua’zzam Khazanah Balai Silatur Rahmi yaitu mengambil dirham, kain-kain, kerbau dan sapi dipotong di hari Meugang. Lalu dibagi-bagikan daging kepada fakir miskin, dhuafa, dan orang berkebutuhan khusus.
Artikel Terkait
Pemilik Kendaraan Wajib Tahu, Utang Pajak Dihapus Mulai 2024 Kebelakang, Buruan Bayar
PindahKPR by Benway Consulting Resmi Diluncurkan, Hadirkan Layanan Konsultasi Perbankan Modern dan Efisien
Komdigi Luncurkan Mudikpedia 2025 dengan Fitur Lebih Lengkap untuk Pemudik
ASUS ROG Phone 9 Series Hadir di Indonesia dengan Spesifikasi Gaming Terdepan