Maka hal ini perlu dipahami agar tidak terjadi pencitraan buruk terhadap komunitas tertentu. Bahkan Ketika dilihat bahwa sikap setuju dengan penerapan syariat Islam di Indonesia, merasa nyaman untuk memakai jilbab, dan kepedulian untuk membela agama dari berbagai penistaan disebut tindakan intoleran, maka hal ini bisa jadi menyinggung penerapan agama dari seorang muslim. Karena dalam agama memang setiap muslim diperintahkan untuk menerapkan syariat Islam secara sempurna (lihat Al-Baqarah: 208, QS An-Nisa: 65, Al-Maidah: 50).
Konsep welas asih, solutifkah ?
Konsep welas asih dalam dunia Pendidikan lalu dianggap bisa untuk meredam tindakan yang dianggap intoleran tersebut karena dipahami sebagai pemikiran yang universal. Konsep ini pertama kali di inisisasi oleh Karen Armstrong seorang mantan biarawati berkebangsaan inggris. Pada tahun 2008 ditandatanganilah perjanjian gerakan kerjasama antara tokoh-tokoh agama dari berbagai organisasai di dunia.
Mereka percaya bahwa ada nilai universal dalam agama-agama yang menciptakan perdamaian global dan tidak ada agama yang mengajarkan kebencian dan kerusakan. Dan mereka menganggap ini adalah upaya untuk menangkal ekstrimisme, intoleranasi dan kebencian (https://repository.uinjkt.ac.id/, 2022).
Kenyataannya, konsep tersebut dalam aplikasinya bisa dikatakan kebablasan. Diantaranya, atas nama toleransi, para pelajar muslim diberikan pemahaman pluralisme yang menganggap semua agama adalah benar. Mereka pun dituntut saling memberi ucapan selamat dan membantu saat peringatan hari raya keagamaan. Bahkan, demi nama toleransi, mereka didorong untuk ikut memasang atribut keagamaan milik agama lain, seperti mendirikan pohon Natal, memakai pakaian ala Sinterklas, dan sebagainya.
Atas nama toleransi juga, para pelajar muslim juga diarahkan untuk menjalankan sekularisme, yakni dengan mengambil sebagian ajaran Islam dan meninggalkan sebagian lainnya yang dianggap tidak cocok diterapkan di Indonesia. Misalnya, ajaran islam tentang memilih pemimpin muslim, keharusan menerapkan syariat islam secara kaffah, termasuk keharusan adanya sistem islam (Khilafah), semua dianggap sebagai ajaran islam yang tidak cocok bagi Indonesia, bahkan dianggap membahayakan kerukunan sehingga harus ditinggalkan.
Mereka, para pemuda muslim, juga diarahkan untuk bersikap toleran kepada perilaku bebas karena itu disebut sebagai bagian dari HAM. Tidak boleh menyalahkan temannya yang berpacaran, yang tidak salat fardu, yang tidak menutup aurat, penyimpangan seksual seperti L6BT dan sebagainya. Tentu saja ini sangat bertentangan dengan ajaran Islam yang sahih. Padahal menerapkan syariat Islam adalah perintah Allah yang sudah sangat jelas perintahnya dalam Alquran, pedoman hidup manusia. Pertanyaannya, apakah seperti ini sesungguhnya yang dihendaki dari konsep Welas asih dalam pendidikan?
Islam Tidak Mengajarkan Toleransi kebablasan
Islam mengajarkan bahwa hanya Islam satu-satunya agama yang benar. Ini sebagaimana firman Allah Swt. dalam QS Ali Imran ayat 19, “Sesungguhnya agama (yang diridai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Alkitab, kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barang siapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah, maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.”
Namun, bukan berarti Islam tidak mengajarkan toleransi. Islam justru memerintahkan muslim untuk bersikap toleran kepada non muslim dengan cara membiarkan mereka menjalankan ibadah sesuai tata cara agama mereka masing-masing.
Allah Swt. berfirman dalam QS Al-Kafirun ayat 1—6, “Katakanlah, ‘Hai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah, dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.
”Maka jelas, toleransi tidaklah dilakukan dengan cara kebablasan, seperti saling memberi ucapan selamat hari raya ataupun membantu dalam peringatannya. Itu sama saja menganggap agama mereka benar.
Islam Tidak Membolehkan Membiarkan Kemaksiatan
Toleransi juga bukan berarti boleh membiarkan kemaksiatan. Islam melarang setiap muslim mendiamkan kemaksiatan dan memerintahkan untuk beramar makruf nahi mungkar. Firman-Nya dalam QS Ali Imran ayat 104, “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar; merekalah orang-orang yang beruntung.”
Allah Swt. pun memerintahkan negara—dalam hal ini para penguasa—untuk menerapkan seluruh hukum Allah atas seluruh rakyatnya dan memaksa mereka untuk tunduk pada aturan Allah tersebut. Allah Swt. berfirman dalam QS Al-Maidah ayat 48, “… Maka putuskanlah (perkara) mereka menurut aturan yang Allah turunkan; dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu mereka dengan (meninggalkan) kebenaran yang telah datang kepadamu.”
Tidak berhenti di situ, negara juga akan memberikan sanksi tegas kepada para pelanggar syariat Islam. Mereka akan terkena sanksi sesuai hukum Islam. Artinya, Islam tidak menoleransi kemaksiatan. Individu, masyarakat, maupun negara, semua diwajibkan mencegah kemaksiatan. Tentu ini sangat berbeda dengan toleransi saat ini yang membiarkan kemaksiatan dan membebaskan siapa pun untuk melanggar ajaran agama.
Telah sangat jelas, bahwa konsep welas asih dalam Pendidikan dibuat bukan dibuat untuk kebaikan generasi, melainkan demi kepentingan proyek moderasi. Tentu ini merupakan program yang berbahaya karena mengajarkan toleransi kebablasan kepada non muslim, mengajarkan bersikap toleran kepada kemaksiatan, serta mengajarkan bersikap moderat (mengompromikan ajaran Islam dengan ide dan pemikiran kufur Barat, seperti pluralisme, sekularisme, HAM, dan sebagainya).
Tidak kalah berbahayanya, konsep welas asih ini hanya akan mencetak para pemuda muslim yang anti sy ariat Islam kaffah, bahkan memusuhi para pendakwahnya. Disamping itu program ini merupakan bagian dari deideologisasi Islam (kafah) sebagai implementasi proyek moderasi beragama—yang hakikatnya adalah proyek global Barat untuk menjauhkan umat Islam dari ideologi Islam dan mencegah kebangkitan Islam. Wallahualam bissawab. ***
Artikel Terkait
Sejarah Panjang Perayaan Imlek yang Kental akan Budaya dan Diagungkan di Indonesia
Selamat Jalan Emilia Contessa, Artis Senior Asli Banyuwangi Telah Berpulang, Ini Profil Lengkapnya
Sistem Zonasi akan Diganti dengan Domisili, Cuma Ganti Nama?
Viral, Momen Penjual Asongan Telur Gulung yang Dagangannya Habis Diborong Minta Rp800 ribu, Panen Cibiran Penonton
Viral Penjarahan Mobill Pengangkut Durian usai Kecelakaan di Lampung, Sopir Sampai Melapor ke Polisi