Kabar24.id - Tren #KaburAjaDulu merupakan ungkapan kekecewaan terutama anak muda untuk mendapatkan kesejahteraan hidup lebih layak dengan pindah di negara lain.
Masalah kesejahteraan ini saat ini memang sedang menjadi sorotan, tidak hanya di Indonesia akan tetapi di Luar Negeri pun juga sama.
Baca Juga: Bacaan Doa Menjelang Bulan Ramadhan
Kesejateraan biasa dilihat dari seberapa besar angka kemiskinan di dalam sebuah negara. Dan dinilai sejahtera ketika mayoritan penduduk menjadi kaya.
Lalu bagaimana sebenarnya pandangan Islam terkait kayamiskin,dan kesejahteraan?
Baca Juga: Kapan Awal Puasa Ramadhan 2025 di Arab Saudi dan Indonesia?
Kaya miskin sebenarnya fitrah yang diberikan oleh Allah SWT sebagaimana yang disampaikan oleh Allah dalam QS. Al-An'am Ayat 53;
و وَكَذٰلِكَ فَتَـنَّا بَعۡضَهُمۡ بِبَـعۡضٍ لِّيَـقُوۡلُـوۡۤا اَهٰٓؤُلَآءِ مَنَّ اللّٰهُ عَلَيۡهِمۡ مِّنۡۢ بَيۡنِنَا ؕ اَلَـيۡسَ اللّٰهُ بِاَعۡلَمَ بِالشّٰكِرِيۡنَ ٥٣
Demikianlah, Kami telah menguji sebagian mereka (orang yang kaya) dengan sebagian yang lain (orang yang miskin), agar mereka (orang yang kaya itu) berkata, "Orang-orang semacam inikah di antara kita yang diberi anugerah oleh Allah?" (Allah berfirman), "Tidakkah Allah lebih mengetahui tentang mereka yang bersyukur (kepada-Nya)?"
Walaupun demikian, Islam tidak membatasi kekayaan seseorang dan berusaha mendorong agar orang yang miskin bisa mendapatkan kesejahteraan.
Di dalam kitab Nidzomul Iqtishodi karya Syekh Taqqiyudin An Nabani menjelaskan bahwa ukuran sejahtera adalah ketika masing-masing individu ini terpenuhi sandang, pangn, papan, pendidikan, kesehatan dan kebutuhan sekunder yang sesuai dengan lingkungn dimana mereka berada.
Sehingga di dalam Islam ada mekanisme sendiri untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sesui dengan kebiasaan dilingkungan tempat tinggal masng-masing.