Kabar24.id - Penelitian terbaru dari Institut Sains Weizmann di Rehovot, Israel, berhasil membuka cakrawala baru dalam ilmu sistem sensorik otak.
Dalam sebuah studi inovatif, para ilmuwan menemukan bahwa kumis tikus tidak hanya berfungsi sebagai alat peraba, tetapi juga mampu menciptakan suara halus yang diproses oleh bagian pendengaran otak.
Tikus, yang sering bersembunyi di ruang gelap dengan penglihatan terbatas, memanfaatkan kumisnya untuk menyentuh lingkungan sekitar. Aktivitas ini dikenal sebagai "mencambuk", dan selama puluhan tahun dianggap sebagai perilaku murni taktil. Namun, studi terkini yang dipublikasikan dalam jurnal Current Biology membantah pandangan tersebut.
Baca Juga: KPK Sita Tiga Mobil dari Kasus Korupsi TKA di Kementerian Ketenagakerjaan
Para ilmuwan mencatat bahwa suara-suara halus yang dihasilkan gerakan kumis ternyata terdeteksi dan dikodekan oleh korteks pendengaran tikus. “Kumis sangat rapuh sehingga tak seorang pun pernah berpikir untuk menguji apakah kumis menghasilkan suara yang dapat didengar tikus,” ungkap Prof. Ilan Lampl dari Departemen Ilmu Otak Weizmann.
Tim peneliti yang dipimpin oleh Dr. Ben Efron, bersama Dr. Athanasios Ntelezos dan Yonatan Katz, melakukan eksperimen dengan merekam suara yang ditimbulkan oleh kumis saat menyentuh berbagai benda, seperti daun kering bugenvil dan kertas aluminium.
Mikrofon ultrasonik digunakan untuk menangkap suara dalam frekuensi yang tidak terdengar oleh manusia.
Baca Juga: Cerita Thom Haye Kala Garuda Bertandang ke China, Ingatkan Permainan Team Dragons yang Agresif
Selanjutnya, aktivitas saraf tikus yang menggesekkan kumisnya pada objek direkam. Ternyata, korteks pendengaran mereka tetap merespons suara walaupun saluran saraf taktil dimatikan, membuktikan bahwa suara dari kumis bisa menjadi sinyal independen dari indra sentuh.
Untuk menguji apakah suara ini digunakan tikus untuk mengenali objek, peneliti menggunakan kecerdasan buatan. AI dilatih untuk mengenali objek dari data aktivitas saraf, dan hasilnya cukup akurat. Model lain juga dilatih berdasarkan rekaman suara kumis dan menunjukkan kesuksesan serupa.
Eksperimen lanjutan dilakukan dengan melatih tikus untuk mengenali aluminium hanya melalui suara yang dihasilkan kumisnya, tanpa bantuan sentuhan. Hasilnya, tikus merespons dengan konsisten. “Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa jaringan vibrissae otak beroperasi secara integratif dan multimodal saat hewan secara aktif menjelajahi lingkungannya,” tutur Lampl.
Baca Juga: Desakan Pencopotan Menkes Mencuat Sampai ke Istana, Mensesneg: Sedang Dipelajari
Menurutnya, mekanisme ini bisa berkembang agar tikus dapat memburu mangsa atau menghindari predator. Gerakan kumis yang nyaris tak bersuara memungkinkan tikus memilih jalur yang lebih aman dari ancaman seperti burung hantu.
Bahkan suara halus itu membantu mereka menilai apakah sebuah batang cukup segar untuk dimakan.