Kabar24.id - Di tengah transformasi dunia kuliner yang kian mengarah pada kecepatan dan kemudahan, kuliner Peranakan hadir sebagai penyeimbang dengan filosofi rasa dan budaya.
Makanan ini bukan sekadar produk dapur, melainkan manifestasi sejarah panjang percampuran etnis Tionghoa dan Melayu yang menyatu dalam satu sajian.
Berbicara soal kuliner Peranakan berarti mengangkat kembali nilai-nilai kekeluargaan, kebersamaan, dan tradisi yang terwariskan dari generasi ke generasi. Banyak dari resep yang digunakan hari ini berasal dari masa silam dan diwariskan secara lisan atau melalui ingatan keluarga.
Restoran yang baru saja membuka gerainya di kawasan Gading Serpong mencoba membangkitkan kembali kecintaan masyarakat terhadap sajian Peranakan.
Lebih dari sekadar usaha kuliner, mereka membangun ekosistem budaya yang berbasis pada ingatan kolektif akan masa lalu.
Sup Ikan Pedas, Udang Kari Soun, dan Cumi Oubak menjadi menu utama yang menggugah selera. Penggunaan bumbu-bumbu khas dan metode memasak kuno membawa pengalaman rasa yang autentik. Teknik oubak memperlambat proses memasak, tetapi memperkaya rasa secara maksimal.
"Bagi kami, makanan Peranakan adalah cara untuk merawat ingatan akan leluhur dan tradisi," ujar Baba Ory, pendiri dari Batam Seafood Peranakan. "Setiap hidangan dibuat dengan proses yang teliti, mengikuti resep turun-temurun yang hampir punah jika tidak dilestarikan."
Proses yang dilakukan bukan semata memasak, tetapi ritual budaya. Setiap langkah di dapur membawa nilai kejujuran, kesabaran, dan penghormatan terhadap bahan-bahan alami.
Dalam budaya Peranakan, makan bukan hanya momen untuk menikmati makanan, tetapi juga ruang sosial. Meja makan menjadi titik temu antar anggota keluarga untuk bertukar cerita dan mempererat silaturahmi. Sajian besar untuk dinikmati bersama menegaskan filosofi berbagi dalam kehidupan sehari-hari.
"Kami ingin mengajak masyarakat memahami bahwa di balik setiap hidangan Peranakan, ada cerita dan nilai-nilai yang perlu dijaga," kata Baba Wenta, yang turut mendirikan restoran tersebut.
Baca Juga: Strategi Lima Tahun Banyuwangi: Bupati Ipuk Usung Visi Bebas Kemiskinan dan Pertumbuhan Inklusif
Tidak heran jika banyak pengunjung yang merasa makan di tempat ini membawa mereka dalam perjalanan nostalgia. Mereka tidak hanya mengingat rasa, tetapi juga aroma rumah masa kecil, suasana hangat keluarga, dan tradisi yang mulai pudar di tengah hiruk pikuk zaman.
Restoran ini juga membuka kesempatan bagi generasi muda untuk terlibat dalam pelestarian budaya melalui pelatihan dan pengenalan kuliner Peranakan secara langsung. Dengan begitu, mereka tidak hanya menjadi penikmat, tetapi juga penjaga nilai-nilai leluhur.
Artikel Terkait
Kemenkeu Ungkap Rencana Tunjangan Guru ASN Daerah Tahun 2025 Mencapai Rp66,92 Triliun, Begini Rincian Penyalurannya
Momen Prabowo Lepas Baju saat Pidato di Hari Buruh 1 Mei 2025, Ajak Selamatkan Kekayaan Rakyat
Strategi Lima Tahun Banyuwangi: Bupati Ipuk Usung Visi Bebas Kemiskinan dan Pertumbuhan Inklusif
Sejumlah Seniman dan Pegiat Budaya Surati Bupati Ipuk Fiestiandani, Minta Penjelasan Soal Penutupan Paksa Minimarket Milik Warga di Banyuwangi