Keterhubungan tersebut ditelusuri melalui dokumen kepemilikan saham jabatan direksi dan relasi dengan kelompok usaha Bela Group.
Bela Group sebelumnya dikelola bersama almarhum suaminya Benny Laos.
Dalam laporan resmi bertajuk Konflik Kepentingan Gurita Bisnis Sherly Tjoanda JATAM menilai Sherly tidak hanya berperan sebagai aktor politik tetapi juga sebagai pebisnis tambang.
Laporan itu menyebut Sherly terafiliasi dengan jaringan perusahaan yang menguasai lahan dan sumber daya alam di Maluku Utara.
JATAM juga mengungkap dampak lingkungan yang ditimbulkan dari operasi perusahaan perusahaan yang dinilai terhubung tersebut.
Kerusakan pesisir di Pulau Gebe pencemaran sungai di Bacan dan konflik lahan di Pulau Obi termasuk temuan utama.
Dalam laporan bertajuk Kejahatan Lingkungan 100 Hari Kerja Sherly Tjoanda JATAM menilai pola dukungan terhadap korporasi tambang semakin terlihat.
JATAM menyebut warga menghadapi kekerasan kriminalisasi intimidasi dan kehilangan ruang hidup akibat perluasan industri ekstraktif.
JATAM menilai pengawasan tambang menjadi tumpul karena pemilik kepentingan berada di posisi pengambil keputusan.
JATAM meminta pemerintah pusat KPK dan KLHK melakukan audit menyeluruh terhadap perusahaan yang terhubung dengan Sherly.
Audit tersebut diminta mencakup legalitas izin dampak lingkungan dan pola pengawasan selama Sherly menjabat.
Melky menegaskan pengawasan tidak boleh dilakukan pihak yang memiliki kepentingan langsung terhadap perusahaan yang diawasi.
Ia menyebut publik berhak mendapatkan pemerintahan yang bebas dari konflik kepentingan keluarga.
Hingga artikel ini diterbitkan pihak Gubernur Sherly Tjoanda belum memberikan tanggapan atas temuan JATAM. ***
Untuk selalu memantau berita terbaru, ikuti terus Kabar24.id.
Artikel Terkait
DJP Peringatkan Maraknya Situs Coretax Palsu yang Rugikan Wajib Pajak
KPK Telusuri Dugaan Permainan Pengadaan Lahan Whoosh, Sejumlah Pihak Sudah Dipanggil
Prabowo Tegaskan Pemerintah Bertanggung Jawab Penuh atas Insiden MBG