Kabar24.id - Satya Bumi dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Sulawesi Tenggara menyambut komunikasi Perserikatan Bangsa-bangsa terkait aktivitas tambang nikel di Pulau Kabaena.
Komunikasi PBB tersebut tercatat dengan nomor AL IDN 8/2025 dan menyoroti kerusakan lingkungan serta dugaan pelanggaran hak asasi manusia.
Baca Juga: PT Position Tegaskan Transparansi Bisnis dan Kepatuhan Hukum di Tambang Nikel Halmahera Timur
Satya Bumi menilai komunikasi PBB itu mempertegas temuan mereka terkait dampak serius industri pertambangan di Pulau Kabaena.
Dalam dokumen komunikasi bersama, PBB mengonfirmasi adanya pelanggaran aktivitas pertambangan di wilayah pulau kecil.
Baca Juga: Harjaba ke-254 Digelar Sederhana, Bupati Ipuk Sarapan Nasi Bungkus Bareng Warga
Pulau Kabaena disebut memiliki luas sekitar 890 kilometer persegi.
Lebih dari 70 persen wilayah Pulau Kabaena dilaporkan telah dibebani izin usaha pertambangan.
Kondisi tersebut dinilai menimbulkan kerusakan struktural yang berdampak pada lingkungan, ekonomi, dan budaya masyarakat setempat.
Dampak tersebut disebut paling dirasakan oleh masyarakat Suku Bajau yang tinggal di Pulau Kabaena.
PBB juga mencatat adanya kasus kematian balita yang diduga berkaitan dengan kontaminasi sedimen pertambangan nikel di wilayah laut.
Catatan tersebut dinilai menunjukkan lemahnya perlindungan pemerintah terhadap keselamatan warga.
Selain itu, masyarakat Kabaena juga disebut menghadapi ancaman berbagai penyakit kulit dan gangguan pernapasan.
Satya Bumi dan Walhi Sultra menilai kondisi tersebut sebagai dampak langsung dari aktivitas pertambangan nikel.
Artikel Terkait
WALHI Sebut Tujuh Perusahaan Diduga Picu Bencana Ekologis Terburuk di Tapanuli