“Di sini posisinya berdampingan dengan sumber PDAM Subang di bawah sini. Kita juga kerja sama dengan UGM untuk studi, termasuk posisi air kita tuh emang di bawah,” jelas perwakilan Aqua.
Pihak perusahaan menegaskan belum pernah menerima keluhan dari warga sekitar terkait dampak lingkungan atau pergeseran tanah.
Meski demikian, Dedi tetap mempertanyakan aspek lingkungan lain seperti potensi longsor di kawasan pegunungan akibat aktivitas manusia dan penebangan hutan.
“Bukan nuduh sini, saya lagi mikir. Jadi, semua daerah di Jawa Barat air tanah ya,” ucap Dedi.
Ia juga menegaskan bahwa berdasarkan hasil sidak, sumber air yang digunakan perusahaan hanya berasal dari dua titik.
“Jadi bener airnya dua titik ya. Soalnya banyak oknum perusahaan ngakunya satu titik, pasangnya lima,” katanya.
Menurutnya, banyak perusahaan baru mengurus izin setelah dirinya berkali-kali menyoroti persoalan ini di media sosial.
Dalam keterangan tertulis, pihak Aqua menyatakan bahwa sumber air mereka memang berasal dari akuifer dalam di kawasan pegunungan vulkanik.
Air tersebut, menurut Aqua, dilindungi oleh lapisan alami yang mencegah pencemaran dari aktivitas manusia di permukaan.
Kedalaman sumber air yang digunakan berkisar antara 60 hingga 140 meter di bawah tanah.
Aqua juga mengklaim setiap lokasi sumber airnya telah melalui penelitian minimal satu tahun melibatkan berbagai disiplin ilmu sebelum dioperasikan.
Perusahaan menegaskan air tanah dalam itu tetap berasal dari wilayah pegunungan dan memiliki kualitas yang memenuhi standar air layak konsumsi.
Namun bagi publik, pengakuan sumber air dari sumur bor dalam ini menjadi perhatian baru terkait transparansi industri air kemasan di Indonesia. ***
Artikel Terkait
Presiden Prabowo Turunkan Harga Pupuk 20 Persen, Pertama Kali dalam Sejarah
FAA Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia Gelar Seminar Nasional OASE Bahas Gelap Terang Indonesia di Universitas Brawijaya
Aqua Ternyata Bukan Air Pegunungan, Bersumber dari Sumur Bor Dalam