ragam

Opini: Danantara, Investasi Untuk Kebaikan Negeri atau Oligarki?

Minggu, 9 Maret 2025 | 20:50 WIB
Opini ini ditulis oleh : Lilis Sulistyowti, SE

 

Opini, Kabar24.id - Presiden Prabowo Subianto menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) pada Senin (24-2-2025).

Badan ini dibentuk untuk mengoptimalkan aset dan investasi pemerintah. Fungsi lembaga ini sebagai Sovereign Wealth Fund (SWF), yaitu penyedia dana negara yang melakukan pengelolaan terhadap kekayaan negara, termasuk mengelola dividen yang dimiliki Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk diinvestasikan ke dalam proyek, baik yang ada di dalam negeri ataupun di luar negeri.

Danantara ini ibarat celengan raksasa yang mengumpulkan keuntungan dari BUMN, kemudian keuntungannya diinvestasikan kembali dalam berbagai proyek di dalam dan di luar negeri. Bukan semuanya dikembalikan untuk kesejahteraan rakyat, akan tetapi untuk investasi pengembangan bisnis yang dikelola oleh negara.

Baca Juga: Danantara Masuk 10 Besar Badan Pengelola Investasi Dunia

Danantara Alat Penjajahan Kapitalis

Badan Pengelola Investasi Danantara (BPI Danantara) disebut akan menjadi badan pengelola investasi seperti Holding BUMN Singapura, Temasek dan Government of Singapore Investment Corporation (GIC) di Singapura.

”Konsep yang digunakan adalah meniru konsep yang dilakukan oleh negara-negara kapitalis sekuler dengan menggunakan Sovereign Wealth Fund,” ungkap Nida Saadah pakar ekonomi Islam di acara Economic Understanding dengan tajuk “Danantara, dalam Tinjauan Milkiyyah Aamah” Jumat (28-2-2025) di kanal Supremacy.

Di dalam ekonomi kapitalis hanya ada dua kepemilikan yang di akui yakni kepemilikan inividu dan kepemilikan negara. Sedangkan kepemilikan umum tidak di akui. Sehingga negara dan individu berhak memiliki semuanya termasuk kepemilikan umum yang seharusnya dikelola untuk rakyat.

Hal ini menyebabkan individu dan negara menguasai tambang dan sebagainya, sedangkan keuntunganya tidak sepenuhnya diberikan kepada rakyat.

Untuk melancarkan penjajahan di berbagai negara termasuk Indonesia,kapitalis masuk ke dalam dua alat penjajahan yakni utang dan investasi. Melalui hutan dan investasi inilah mereka menawarkan banyak dana dengan berbagai macam nama yang pada akhirnya diminta untuk mengembalikan tentunya beserta bunga yang tidak sedikit.

Harrod-Domar mengemukakan teori bahwa untuk menumbuhkan suatu perekonomian dibutuhkan pembentukan modal sebagai tambahan stok modal. Hal tersebut menuntut adanya investasi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa yang dibutuhkan dalam perekonomian sebagai ”engine of growth”. Oleh karena itu, tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkesinambungan pada umumnya didukung oleh peningkatan ekspor dan investasi.

Begitulah gambaran cara masuknya penjajah ke negeri kita, semakin banyak modal yang dipinjamkan ke kita dan para investor yang masuk ke negeri kita maka semakin kuatlah penjajahan mereka atas negara kita.

Mengapa Indonesia harus ada Danantara? Hal ini tidak lain karena adanya globalisasi ekonomi. Globalisasi ekonomi adalah suatu era dimana standarisasi dalam aktivitas ekonomi terutama dalam bidang perdagangan International, keuangan International dan investasi tanpa melihat batas dan wilayah geografis negara. Kekuatan masing-masing negara dianggap satu level dalam suatu sistem global tanpa membedakan perbedaan antara negara yang memiliki teknologi, kekuatan militer, kualitas SDM dan kekuatan kapital yang canggih dengan yang lemah. Semua kelas kekuatan yang beragam dianggap tidak ada.

Jadi konsep yang ingin dibangun adalah The bordeless world yakni konsep bahwa dunia tanpa batas, di mana manusia dan perusahaan dapat berinteraksi dan bekerja sama tanpa dibatasi ruang dan waktu. Konsep ini muncul karena pengaruh globalisasi.

Dalam perdagangan international sistem dan standart yang digunakan adalah WTO. Implementasi peraturan dalam WTO merupakan Implementasi dari Globalisasi. Semua negara yang meratifikasi semua aturan yang tercantum dalam WTO bahwa semua hambatan baik tarif dan nontarif harus di laksanakan dengan waktu yang ketat dan sangsi yang berat (Didin S Damanhuri 2009).

Halaman:

Tags

Terkini

Opini: Potensi Besar Gen Z Memimpin Perubahan Sistemik

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:04 WIB