• Senin, 22 Desember 2025

Opini: Danantara, Investasi Untuk Kebaikan Negeri atau Oligarki?

.
- Minggu, 9 Maret 2025 | 20:50 WIB
Opini ini ditulis oleh : Lilis Sulistyowti, SE
Opini ini ditulis oleh : Lilis Sulistyowti, SE

Cara Pengelolaan Harta dalam Islam

Di dalam kitab Nidzomul Iqtisodhi karya Taqiyyudin An Nabhani menyebutkan bahwa pengelolaan harta dalam Islam tergantung dari asal kepemilikanya. Ada 3 kepemilikian yakni, kepemilian individu, kepemilikan umum, kepemilikan negara,

Kepemilikan individu merupakan semua harta yang boleh dimilki individu yang jumlahnya terbatas dan ketika dimiliki tidak akan mengganggu kepentingan masyarakat banyak. Mislanya rumah, mobil, tanah dsb.

Kepemilikan umum merupakan semua harta yang jumlahnya tidak terbatas dan jika dikuasai oleh individu akan mengganggu kepentingan masyarakat. Misalnya air, sungai, laut, padang gembaaan tambang, hutan dsb. Sehingga tidak boleh dimiliki individu dan negara. Negara hanya boleh mengelola lalu hasilnya dikembalikan kembali untuk kesejahteraan masyarakat.

Kepemilikan negara merupakan semua harta yang masuk ke dalam negara dan digunakan untuk memenuhi kebutuhan belanja negara. Harta milik negara mislanya fai’, kharaj, jizyah.

Baca Juga: Badan Gizi Nasional Tanggapi KPK Soal Dugaan Pemotongan Anggaran: Kalau Kelebihan akan Dikembalikan

Sedangkan industri dalam Islam dipandang sebagai hak milik pribadi, sehingga kepemilikanya tidak boleh digabung dengan kepemilikan negara maupun umum. Hal ini karena perbedaan dalam pengelolaanya. Adanya keharaman harta milik negara dan harta milik umum untuk dimiliki olen individu, hal ini menegaskan bahwa tidak boleh kedua harta tersebut dijadikan bisnis atau dimasukkan dalam industri seperti pengelolaan hilirisasi oleh Danantara.

Sebenarnya sumber anggaran pendapatan negara banyak dan beragam, tidak hanya bergantung pada utang dan pajak.

Pengelolaan anggaran dalam negara Khilafah dilakukan oleh baitulmal. Sumber pemasukan tetap baitulmal terdiri dari fai, ganimah, anfal, kharaj, jizyah, dan pemasukan dari hak milik umum dengan berbagai macam bentuknya, pemasukan dari hak milik negara, usyur, khumus, rikaz, tambang, serta harta zakat (Syekh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahullah dalam kitab Nizham al-Iqtishadiy fi al-Islam hlm. 530).

Merujuk kitab An-Nizham al-Iqtishadi fi al-Islam hlm. 534 yang ditulis oleh Syekh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahullah, pengeluaran atau penggunaan harta baitulmal ditetapkan berdasarkan enam kaidah yakni sebagai berikut :

Pertama, harta yang mempunyai kas khusus dalam baitulmal, yaitu harta zakat. Harta tersebut adalah hak delapan golongan penerima zakat yang disebutkan dalam Al-Qur’an.

Kedua, harta yang diberikan baitulmal untuk menanggulangi terjadinya kekurangan, serta untuk melaksanakan kewajiban jihad.

Ketiga, mengenai harta yang diberikan baitulmal sebagai suatu pengganti atau kompensasi (badal/ujrah).

Keempat, harta yang bukan sebagai pengganti atau kompensasi, tetapi dibutuhkan untuk kemaslahatan dan kemanfaatan secara umum.

Kelima, pemberian harta untuk kemaslahatan dan kemanfaatan, bukan sebagai pengganti atau kompensasi, dan juga tidak bersifat urgen.

Keenam, harta yang disalurkan baitulmal karena unsur kedaruratan, seperti paceklik, kelaparan, bencana alam, serangan musuh, dan sebagainya.

Halaman:

Editor: Anton Chanif M

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Opini: Potensi Besar Gen Z Memimpin Perubahan Sistemik

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:04 WIB
X