Isi surat menyebut pelantikan dilakukan tanpa persetujuan dan tanpa pemberitahuan kepada Maha Menteri.
Tindakan itu dinilai melanggar surat imbauan menahan diri yang sudah dikeluarkan pada 14 November 2025.
Pelantikan tersebut dianggap tidak menghormati masa berkabung 40 hari wafatnya PB XIII.
Tedjowulan juga mengingatkan bahwa tindakan itu dapat memecah kerukunan internal keraton.
Surat Peringatan itu menegaskan kewenangan Maha Menteri berdasarkan SK Mendagri dan arahan Menteri Kebudayaan.
BRM Nugroho juga menegaskan bahwa Tedjowulan tidak memiliki ambisi menjadi raja.
Ia menyebut Tedjowulan hanya menjalankan peran sebagai sesepuh penengah agar proses adat tetap berjalan tertib.
Menurut BRM Nugroho, Keraton Surakarta bukan milik pribadi PB XIII maupun keturunannya.
Keraton merupakan warisan budaya yang diwariskan melalui estafet kepemimpinan dari PB II hingga PB XIII.
Suksesi tidak dapat ditentukan sepihak oleh satu garis keturunan tanpa melalui Rembug Ageng.
BRM Nugroho menekankan bahwa pengambilan keputusan pada masa berkabung harus ditunda minimal hingga 40 hari.
Dalam adat keraton, masa berkabung dapat diperpanjang hingga 100 hari apabila belum tercapai mufakat.
Pelantikan bebadan dinilai tidak sah karena tidak melibatkan Lembaga Dewan Adat dan keluarga besar trah PB II sampai PB XIII.
Selain itu, pelantikan tidak boleh dilakukan tanpa persetujuan Maha Menteri yang bertanggung jawab secara administratif.
BRM Nugroho kemudian menyerukan agar Keraton Surakarta dikembalikan sebagai rumah bersama seluruh trah Dinasti Mataram.
Artikel Terkait
Empati Nasional Mengalir Deras, BNPB Pimpin Penanganan Bencana Sumatera
TNI AD Bangun Jembatan Bailey untuk Pulihkan Akses di Aceh, Distribusi Bantuan Dipercepat
Telkom Akan Gelar RUPSLB 12 Desember 2025, Rencana Pengalihan Bisnis dan Aset Wholesale Fiber Connectivity