Kabar24.id - Warga Desa Adat Kemiren di Banyuwangi memiliki kebiasaan unik menjelang bulan Dzulhijah: Mepe Kasur atau menjemur kasur.
Tradisi ini menjadi bagian dari ritual bersih desa sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhur dan penyambutan bulan suci haji.
Pada Kamis pagi, 29 Mei 2025, ribuan kasur berwarna merah dan hitam dijemur bersamaan oleh warga. Proses pembersihan dilakukan dengan menepuk-nepuk kasur menggunakan penebah dari rotan guna mengusir debu dan kotoran.
Menurut Mbah Ani, tokoh adat Kemiren, warna kasur bukan sekadar estetika.
Baca Juga: Komitmen Banyuwangi Terhadap Lansia: Dari Rantang Kasih hingga Operasi Katarak Gratis
“Merah melambangkan keberanian, sedangkan hitam berarti kelanggengan. Ini jadi simbol bahwa dalam rumah tangga, kita harus berani dan langgeng dalam menjalaninya,” jelasnya.
Suhaimi selaku Ketua Adat menjabarkan bahwa kasur merupakan simbol terdekat dengan manusia, dan karena itu harus dimurnikan secara spiritual.
“Menjemur kasur dimulai sejak matahari terbit hingga menjelang tengah hari. Saat menjemur, warga membaca doa dan memercikkan air bunga di halaman rumah, tujuannya agar dijauhkan dari bencana dan penyakit,” katanya.
Waktu penjemuran menjadi krusial. Kasur harus masuk kembali ke dalam rumah sebelum senja.
“Kalau sampai sore ya nanti khasiatnya menurun. Apalagi kalau kemalaman. Bisa ndak sehat,” tambah Suhaimi.
Kasur yang tebal mencerminkan kemapanan si pemilik, dan menjadi simbol penting dalam pernikahan. Setiap pengantin baru menerima kasur baru dari orang tua sebagai lambang rumah tangga yang baru terbentuk.
Baca Juga: Visa Furoda Belum Terbit Saat Haji Semakin Dekat, AMPHURI: Tergantung Otoritas Saudi