Dalam kesempatan itu, Luhut juga menegaskan bahwa sistem Bansos Digital ini sepenuhnya dikembangkan oleh anak-anak muda Indonesia, tanpa menggunakan dana asing.
“Semua buatan dalam negeri. Sampai hari ini kita belum keluar uang. Kita pakai yang ada di dalam negeri,” jelasnya.
Ia bahkan menyebut sejumlah nama pengembang seperti Tubagus dan Andika, dua anak muda yang berperan penting dalam pembangunan sistem tersebut.
Menurut Luhut, proyek ini menjadi simbol kemandirian teknologi nasional dan transformasi digital di bidang kesejahteraan sosial.
Pemerintah juga melibatkan kolaborasi dari kampus ternama seperti ITB, UI, dan UGM dalam pengembangan sistem tersebut.
Dalam dua hingga tiga tahun ke depan, Luhut menargetkan sistem ini akan terintegrasi penuh dengan Identitas Kependudukan Digital (IKD) dan verifikasi biometrik.
“Ketika masa jabatan pertama presiden hampir selesai, saya kira sistem ini sudah berjalan penuh,” katanya optimistis.
Dalam uji coba di Banyuwangi, penerima manfaat yang tidak memiliki ponsel dibantu oleh 167 pendamping PKH dan 25 TKSK.
Mereka mendampingi proses registrasi di Desa Kemiren dan Kelurahan Lateng, memastikan semua warga bisa ikut dalam proses digitalisasi bansos.
Uji coba di Banyuwangi kini menjadi contoh bagi daerah lain dan tolok ukur kesiapan peluncuran nasional tahun depan.
Jika berjalan sesuai rencana, Banyuwangi akan tercatat sebagai daerah pertama di Indonesia yang mempelopori digitalisasi sistem bantuan sosial berbasis teknologi lokal.***