Kabar24.id - Wacana pemerintah untuk menghilangkan merek pada kemasan rokok mendapat penolakan keras dari Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman (FSP RTMM) di bawah naungan KSPSI.
Ketua Umum FSP RTMM, Sudarto, mengingatkan bahwa saat ini bukan waktu yang tepat untuk menerapkan kebijakan semacam itu. Menurutnya, daya beli masyarakat yang masih lemah bisa semakin memburuk bila harga rokok melonjak akibat kebijakan tersebut.
"FSP RTMM juga menolak rencana pengenaan tarif cukai dari Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK). Kami mendesak pemerintah agar tidak menaikkan cukai di situasi kondisi saat ini. Daya beli rendah rokok sudah mahal," ucap Sudarto, Minggu (27/4).
Ia mengapresiasi usaha pemerintah menjaga stabilitas sosial-ekonomi, tetapi tetap menuntut adanya keadilan dan pertimbangan terhadap seluruh golongan, terutama kelas pekerja.
Baca Juga: Tragedi Viral Tante Banting Bayi di Kendari: Motif Sakit Hati dan Positif Sabu Terbongkar
Berdasarkan prinsip hubungan industrial Pancasila, pekerja dan pengusaha memiliki kepentingan serupa dalam memperjuangkan kelangsungan usaha serta kesejahteraan bersama, kata Sudarto.
"Berpedoman kepada hubungan industrial pancasila, maka pekerja dan pengusaha berkepentingan yang sama untuk mendapatkan perlindungan, pembelaan, serta tumbuhnya usaha untuk peningkatan kesejahteraan bersama," jelasnya.
Bagi Sudarto, hubungan antara buruh dan dunia usaha sangat erat. Tidak ada dunia usaha tanpa tenaga kerja, begitu pula sebaliknya, sehingga kebijakan apa pun harus memperhitungkan keseimbangan itu.
"Industri sektor padat karya menjadi salah satu pendukung perputaran perekonomian daerah hingga nasional," tambahnya.
Sebagai bagian dari kontribusi untuk memperkuat ekonomi nasional, FSP RTMM meminta pemerintah agar memastikan regulasi tidak menjadi beban baru bagi sektor industri padat karya.
Baca Juga: Ini Total Kekayaan Amirudin Tamoreka Bupati Kabupaten Banggai Capai Rp68 Miliar
Sudarto menekankan perlunya pemerintah membuka ruang komunikasi yang luas dan terbuka, agar suara pekerja dapat menjadi bagian dari kebijakan publik, termasuk dalam urusan ketenagakerjaan.
Dalam konteks ini, supremasi hukum ketenagakerjaan harus tetap dijunjung tinggi. Ini penting, tak hanya untuk melindungi pekerja, tetapi juga untuk menghindari persaingan bisnis yang tidak adil.
"Supremasi Hukum Ketenagakerjaan, selain untuk perlindungan terhadap pekerja tetapi juga untuk menjaga persaingan tidak sehat antar industri," kata Sudarto.