Syafruddin menegaskan bahwa Dana Bagi Hasil (DBH) bukan hadiah dari pemerintah pusat, melainkan hak masyarakat daerah.
Ia menyatakan bahwa warga Kalimantan Timur merasakan langsung dampak banjir, tanah longsor, hingga kerusakan ekologis akibat eksploitasi sumber daya alam.
Dalam pernyataannya, ia mengaku sedih melihat perbedaan besaran potongan yang sangat timpang dengan daerah lain.
Ia kembali mempertanyakan letak keadilan dalam kebijakan fiskal yang membebani satu daerah secara berlebihan.
Di hadapan peserta rapat, Syafruddin meminta Menkeu untuk meninjau ulang kebijakan pemotongan TKD bagi Kaltim.
Ia menilai kebutuhan fiskal provinsi tersebut jauh lebih besar mengingat risikonya terhadap bencana dan kerusakan lingkungan.
Menurutnya, masyarakat Kaltim membutuhkan dukungan nyata dari pusat, bukan pengurangan anggaran yang justru memperparah kondisi di lapangan.
Syafruddin menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa kerusakan lingkungan seperti banjir dan longsor bukan dialami pejabat pusat, melainkan dirasakan langsung oleh masyarakat Kalimantan Timur.
Pantau terus www.Kabar24.id untuk mendapat info terbaru.
Artikel Terkait
Alarm Kerusakan Alam Menguat di Jawa Timur, Ancaman Bencana Kian Nyata
Jaga Marwah Laporkan Ketua Satgas BLBI Rionald Silaban Ke KPK Atas Dugaan KKN
Asiknya Liburan Akhir Tahun 2025 Atau Tahun Baru 2026 di Banyuwangi, Hutan Djawatan Bisa Jadi Tujuan Wisata