Pertama adalah soal kebutuhan masyarakat, di mana ia menilai peningkatan layanan Argo Parahyangan sebenarnya sudah cukup untuk melayani rute Jakarta-Bandung.
Menurutnya, perjalanan bisa dipangkas menjadi sekitar dua jam dengan biaya hanya sebagian kecil dari proyek Whoosh.
Perdebatan kedua berkaitan dengan siapa yang seharusnya menjadi mitra pembangunan antara Jepang dan China.
Ia menjelaskan bahwa Jepang telah lebih dulu mengembangkan teknologi kereta cepat sejak 1960 dan meluncurkan Shinkansen pada 1964.
Selama puluhan tahun beroperasi, Shinkansen dikenal memiliki catatan keselamatan yang sangat baik tanpa kecelakaan fatal.
Sulfikar juga menuturkan bahwa sistem kereta cepat di Jepang menghasilkan keuntungan besar dan mampu memberi subsidi bagi layanan kereta konvensional.
Karena itu, ia menilai Jepang memiliki kemampuan dan niat kuat untuk mengekspor teknologi kereta cepatnya ke Indonesia.
Namun, proyek kereta cepat akhirnya dijalankan bersama China melalui pembentukan konsorsium antara BUMN Indonesia dan perusahaan perkeretaapian Tiongkok.
Kedua pihak kemudian membentuk perusahaan patungan bernama PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) yang saat ini mengoperasikan Whoosh. ***
Untuk selalu memantau berita terbaru, ikuti terus Kabar24.id.
Artikel Terkait
Hearing Tambang Emas, DPRD Banyuwangi Nilai PT Bumi Suksesindo Gagap Data dan Tak Transparan
Gunakan Hak Rehabilitasi, Presiden Prabowo Pulihkan Nama Baik Dua Guru di Luwu Utara
Blibli Store Central Park Hadirkan Pengalaman Premium Lewat The New Apple Shop