Kondisi ini memperlihatkan jurang antara proyeksi optimistis kebijakan pemerintah dan realitas sulitnya mencari kerja di lapangan.
Anggota Aliansi Ekonom Indonesia, Vivi Alatas, menyebut tingkat pengangguran muda di Indonesia nyaris tidak berubah selama hampir satu dekade terakhir.
“Pengangguran usia 15 sampai 24 tahun, dari 2016 sampai 2024, selalu di atas 15 persen,” ujarnya.
Ia juga mencatat sekitar 25 persen anak muda Indonesia termasuk kategori tidak produktif karena tidak bekerja, tidak sekolah, dan tidak mengikuti pelatihan.
Fenomena itu memperlambat manfaat bonus demografi dan memperlebar kesenjangan sosial antar generasi.
Data Sakernas menunjukkan, sebagian besar lapangan kerja baru masih datang dari sektor rumah tangga yang berupah rendah dan tanpa jaminan sosial.
Sementara itu, data Trading Economics per Agustus 2025 mencatat tingkat pengangguran nasional sebesar 4,76 persen atau sekitar 7 juta orang.
Meski angka tersebut menurun tipis dari tahun sebelumnya, Indonesia tetap menempati posisi tertinggi di Asia Tenggara dalam hal pengangguran terbuka.
Kondisi ini membuat janji Menkeu Purbaya tentang kemudahan mencari kerja di akhir 2025 dinilai sebagian pihak masih sulit diwujudkan tanpa perubahan struktural di sektor tenaga kerja.
Harapan terhadap kebijakan ekonomi pemerintah kini bergantung pada seberapa cepat pertumbuhan itu benar-benar mampu menjangkau generasi muda yang paling rentan kehilangan kesempatan.
Sementara optimisme Purbaya terus digaungkan, jutaan anak muda Indonesia masih menunggu bukti nyata bahwa pemulihan ekonomi benar-benar berarti lapangan kerja terbuka untuk mereka. ***
Artikel Terkait
Kemenpar RI Perkuat Wisata Banyuwangi, Gandeng Bali Barat dan Bali Utara, Gelar Pameran di Sanur Bali
Ribuan Warga Padati Dam Singir Banyuwangi, Pembersihan Bendungan Jadi Ajang Berburu Ikan Tahunan
Kasus Timothy Anugerah, TuntutanĀ Keadilan Bergema dari Kampus hingga DPR