Pihak rumah sakit mengambil langkah tegas dengan menghentikan sementara seluruh kegiatan koas bagi mahasiswa yang diduga terlibat.
“Peserta didik tersebut kami kembalikan ke Universitas Udayana untuk dilakukan investigasi lebih lanjut,” kata Plt Direktur Utama RSUP Prof Ngoerah, I Wayan Sudana.
Sudana menegaskan, tindakan tidak etis para mahasiswa itu mencoreng dunia pendidikan dan tidak mencerminkan nilai rumah sakit tempat mereka belajar.
Di tingkat nasional, desakan keadilan bagi Timothy juga bergema dari parlemen.
Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, menyebut kasus ini menjadi alarm keras bagi dunia pendidikan agar tidak lagi menutup mata terhadap praktik kekerasan di kampus.
Hetifah meminta seluruh perguruan tinggi segera mengaktifkan Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan serta membuka kanal pelaporan yang aman bagi mahasiswa.
“Kampus harus menjadi ruang aman. Jangan biarkan korban takut bicara,” tegasnya.
Selain itu, ia menyoroti pentingnya layanan konseling dan pendampingan psikologis agar mahasiswa terlindungi dari tekanan sosial dan lingkungan yang tidak sehat.
Gelombang simpati untuk keluarga Timothy pun terus menguat di media sosial, menggandeng tagar yang menuntut keadilan bagi korban.
Kini, perjuangan ayah Timothy tidak lagi sendiri. Dukungan datang dari publik, lembaga negara, dan komunitas akademik yang menolak bungkam terhadap kekerasan di dunia pendidikan.
Kasus ini menjadi ujian besar bagi sistem perlindungan mahasiswa di Indonesia, apakah benar kampus bisa menjadi tempat tumbuh, bukan tempat takut.
Artikel Terkait
Pesona Gandrung Sewu 2025 Hingga Sejuknya Udara Pegunungan di Ijen Resort and Villas The Hidden Paradise Banyuwangi
Kemenpar RI Perkuat Wisata Banyuwangi, Gandeng Bali Barat dan Bali Utara, Gelar Pameran di Sanur Bali
Ribuan Warga Padati Dam Singir Banyuwangi, Pembersihan Bendungan Jadi Ajang Berburu Ikan Tahunan