Sementara itu, kuasa hukum PT Indobuildco, Hamdan Zoelva, menilai gugatan wanprestasi yang dilayangkan pemerintah tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
“Bagaimana mungkin ada wanprestasi kalau tidak pernah ada perjanjian?” tegas Hamdan dalam persidangan.
Ia menyebut gugatan ini mengacu pada putusan lama Mahkamah Agung, yakni PK Nomor 276 PK/Pdt/2011, yang sebenarnya telah dijalankan.
Menurutnya, langkah pemerintah justru membuka kembali sengketa lama dengan dasar hukum yang lemah.
Di sisi lain, kuasa hukum dari pihak pemerintah, Kharis Sucipto, menegaskan bahwa angka Rp742 miliar bukan sembarangan.
Ia menjelaskan, nilai tersebut dihitung dengan prinsip kehati-hatian bersama Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
“Perhitungan ini mencakup penggunaan lahan negara oleh PT Indobuildco sejak 2007 hingga 2023, termasuk bunga dan denda,” jelas Kharis usai sidang.
Tagihan royalti itu menjadi dasar gugatan dalam perkara Nomor 287/Pdt.G/2025/PN.Jkt.Pst.
Majelis hakim kini masih mendalami argumentasi hukum dari kedua belah pihak sebelum menentukan langkah selanjutnya.
Persoalan lahan Hotel Sultan telah berlangsung puluhan tahun dan menjadi salah satu sengketa paling panjang di ibu kota.
Publik pun kini menunggu keputusan pengadilan yang akan menjadi penentu arah akhir kasus ikonik ini.
Apakah Hotel Sultan akan tetap berdiri di atas lahan GBK, atau justru harus menyerah pada putusan negara? Waktulah yang akan menjawabnya. ***
Artikel Terkait
BGN Optimistis Serap Rp33 Triliun, Targetkan MBG Jadi Program Paling Efisien
Uji Coba Bansos Digital di Banyuwangi Jadi Penentu Peluncuran Nasional, Luhut Pastikan Sistem Dibuat Oleh Anak Muda Indonesia
Di Balik Pemecatan Patrick Kluivert: Erick Thohir Minta Waktu Dua Hari, Jay Idzes dan Verdonk Sampaikan Dukungan