Kabar24.id - Dalam kehidupan modern yang serba cepat, waktu makan bersama sering terabaikan. Padahal, menurut laporan National Geographic, kegiatan sederhana ini menyimpan kekuatan besar dalam meningkatkan kesejahteraan emosional.
Di banyak budaya, makan bersama bukan hanya soal menyantap makanan, melainkan peristiwa sosial yang membentuk rasa memiliki. “Perekat kehidupan sehari-hari,” begitu istilah yang digunakan oleh Megan Elias dari Universitas Boston, menggambarkan betapa pentingnya ritual ini dalam menjaga hubungan manusia.
Laporan Kebahagiaan Dunia 2025 mencatat bahwa makan bersama orang lain merupakan indikator kuat kesejahteraan. Pengaruhnya sebanding dengan pekerjaan atau pendapatan, dua faktor yang selama ini dianggap utama dalam menentukan kebahagiaan seseorang.
Baca Juga: UNESCO Beri Peringatan, Status Geopark Danau Toba di Ujung Tanduk
Sayangnya, perubahan gaya hidup akibat urbanisasi dan digitalisasi telah menyebabkan momen makan bersama semakin jarang. Sistem kerja shift, pertemuan virtual, hingga tinggal di wilayah pinggiran kota telah memecah kegiatan makan menjadi aktivitas individu yang terisolasi.
Studi dari Adaptive Human Behavior and Physiology membuktikan bahwa makan bersama mengaktifkan endorfin, oksitosin, dan dopamin—zat kimia yang meningkatkan rasa nyaman, kasih sayang, dan kebersamaan. Penelitian ini menjadi dasar ilmiah bahwa makan kelompok mampu memberikan ketenangan emosional yang nyata.
Sementara itu, studi lain yang diterbitkan di Frontiers in Public Health dan Clinical Nutrition menunjukkan bahwa lansia dan remaja yang rutin makan bersama cenderung memiliki tingkat depresi dan kesepian yang jauh lebih rendah.
Antropolog menyebut praktik ini sebagai “komensalitas,” yakni tindakan berbagi makanan sebagai sarana mempererat koneksi sosial. Fabio Parasecoli, dosen Universitas New York, menjelaskan bahwa makan bersama bukan hanya menyehatkan tubuh, tetapi juga “membangun identitas individu dan kolektif.”
Kini, muncul berbagai solusi kreatif untuk menghidupkan kembali makan bersama, mulai dari dapur komunitas, jam istirahat bersama, hingga klub makan digital. Semua ini membuktikan bahwa meja makan tetap relevan dan penting, bahkan dalam masyarakat modern.
Ketika kesepian menjadi epidemi tersembunyi, mengembalikan kebiasaan makan bersama bisa menjadi bentuk perlawanan sosial yang sederhana namun berdampak luas.**
Artikel Terkait
Ini Kata Erika Carlina Soal Kasus Aldy Maldini: Kalau Memang Dirugikan, Biar Jadi Urusanku
Kejaksaan dan TNI Besinergi Soal Sistem Pertahanan Negara
Maia Estianty Tanggapi Tudingan Pemenang Indonesian Idol Di-setting, Judika Blak-blakan Ungkap Alur Sejak Audisi Sampai Final
UNESCO Beri Peringatan, Status Geopark Danau Toba di Ujung Tanduk