Kabar24.id — Industri tambang di Maluku Utara kembali disorot usai laporan terbaru Jaringan Advokasi Tambang JATAM dirilis pada November 2025. Laporan itu menyingkap persoalan tata kelola sektor nikel yang dinilai semrawut.
JATAM menyoroti tumpang tindih izin, perubahan batas wilayah, konflik antarperusahaan, hingga kriminalisasi warga. Temuan tersebut disebut menunjukkan lemahnya pengawasan negara.
Laporan berjudul “Nikel dari Tanah Terampas” menguraikan bagaimana konsesi tambang nikel meluas dalam dua dekade terakhir. Perluasan itu disebut banyak menyasar wilayah hidup masyarakat adat.
Dalam laporan itu, JATAM mencatat kerusakan lingkungan yang semakin meluas. Hutan hilang, sungai mengeruh, dan kebun pangan masyarakat terganggu.
Baca Juga: Gaji PNS Bakal Naik Lagi di 2026? Kemenkeu Beberkan Syarat dan Pertimbangannya
Sungai Sangaji disebut berubah menjadi keruh akibat lumpur merah dari aktivitas tambang. Kondisi ini dinilai menjadi indikasi kerusakan ekologis yang tidak terkendali.
Selain kerusakan lingkungan, konflik sosial juga disebut meningkat. Sebanyak 27 warga Maba Sangaji ditangkap saat aksi penolakan ekspansi tambang.
Sebelas dari warga tersebut ditetapkan sebagai tersangka. JATAM menyebut tindakan itu sebagai bentuk kriminalisasi terhadap warga yang mempertahankan ruang hidup.
Laporan itu juga menyebut adanya intimidasi dan pemaksaan penandatanganan dokumen. Warga dinilai tidak berada dalam posisi setara dalam proses hukum maupun negosiasi.
Persoalan lain yang menjadi sorotan adalah tumpang tindih izin tambang antarperusahaan. JATAM menyebut praktik ini mencerminkan lemahnya tata kelola administratif.
Salah satu kasus mencolok adalah konflik antara PT Position dan PT Wana Kencana Mineral WKM. Kedua perusahaan disebut saling klaim wilayah hingga memasang garis polisi.
Laporan itu juga mengungkap dugaan manipulasi batas administratif untuk memperluas konsesi. Dokumen perizinan tertentu diduga dipalsukan atau dimodifikasi.
Konflik antara perusahaan tambang itu disebut tidak hanya melibatkan korporasi. JATAM mengklaim aparat dan pejabat daerah turut berada dalam arus tarik kepentingan.