Kabar24.id - Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memaparkan strategi ekonomi jangka panjang agar Indonesia mampu tumbuh lebih agresif dan masuk kategori negara maju. Ia menyebut pertumbuhan 8 persen bukan target akhir melainkan ambang batas minimal agar Indonesia bisa mengejar negara berpendapatan tinggi.
Dalam keterangannya saat acara Launching Bloomberg Businessweek Indonesia di Jakarta pada Kamis 20 November 2025, Purbaya menekankan pentingnya percepatan ekonomi untuk keluar dari jebakan negara berkembang. Ia mengaitkan arah kebijakan tersebut dengan pemikiran ekonom nasional Sumitro Djojohadikusumo.
Baca Juga: Gaji PNS Bakal Naik Lagi di 2026? Kemenkeu Beberkan Syarat dan Pertimbangannya
Menurut Purbaya, Indonesia harus membangun momentum pertumbuhan berkelanjutan hingga mencapai level dua digit selama lebih dari satu dekade. Ia menyebut target ini merupakan prasyarat agar Indonesia bisa naik kelas secara ekonomi dan struktur pendapatan nasional.
Purbaya kemudian menyoroti kondisi ekonomi 2025 yang sempat melambat dan memicu gelombang demonstrasi di sejumlah daerah. Ia menyebut perlambatan ekonomi memiliki dampak langsung terhadap situasi sosial dan stabilitas publik.
Baca Juga: Pemutihan Tunggakan BPJS Kesehatan Dimulai Akhir 2025, Ini Syarat Lengkapnya
Dalam penjelasannya, ia merujuk kejadian demonstrasi besar pada Agustus 2025 sebagai contoh dampak ekonomi terhadap gejolak sosial. Ia menilai pertumbuhan ekonomi yang melemah dapat membuka ruang munculnya ketidakpuasan publik yang mempengaruhi stabilitas.
Purbaya kemudian mengurai landasan ekonomi yang ia sebut selaras dengan konsep pemikiran Sumitro Djojohadikusumo atau dikenal sebagai Sumitronomics. Ia menyebut konsep tersebut terdiri dari tiga pilar utama pembangunan nasional.
Menurut dia, pilar pertama adalah pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan sebagai fondasi utama pembangunan. Pilar kedua adalah pemerataan manfaat pembangunan agar pertumbuhan tidak hanya dirasakan kelompok tertentu.
Sementara pilar ketiga adalah stabilitas nasional yang dinamis sehingga pembangunan tidak terhambat oleh gejolak internal. Ia menyebut ketiga pilar tersebut kini menjadi landasan berbagai kebijakan ekonomi struktural maupun program sosial pemerintah.
Dalam kesempatan yang sama, Purbaya menyinggung injeksi dana sebesar Rp200 triliun dari Bank Indonesia ke sektor perbankan. Langkah itu disebut sebagai stimulus untuk mempercepat penyaluran pembiayaan dan mendongkrak aktivitas ekonomi nasional.
Purbaya menyebut kebijakan tersebut dibarengi pemantauan langsung dan penyesuaian berkelanjutan. Ia mengatakan bahwa pengelolaan ekspektasi publik menjadi bagian dari strategi agar kebijakan ekonomi berjalan sesuai target pemerintah.
Program berbasis kesejahteraan sosial seperti Makan Bergizi Gratis atau MBG juga menjadi bagian dari strategi pemerintah. Menurut Purbaya, kebijakan tersebut tidak hanya berfungsi sebagai pemerataan manfaat pembangunan, tetapi juga instrumen stabilitas sosial.