Andre mengaku mendapat laporan dari lingkungan internal Timnas bahwa latihan taktik berjalan minim.
“Kalau benar tidak ada latihan taktikal yang intens, ini alarm bahaya bagi Timnas,” tegas Andre.
Ia membandingkan dengan metode Shin Tae-yong yang dikenal disiplin dalam analisis video dan detail teknis permainan.
“Zaman STY, pemain dianalisis satu per satu lewat video dua jam. Di era Kluivert, katanya hanya 15 menit,” ujarnya.
Kritik dari Jeje dan Andre memunculkan wacana bahwa persoalan Timnas tidak hanya soal pelatih, tetapi juga sistem pelatihan jangka panjang.
PSSI kini menghadapi tantangan mencari sosok pelatih yang tidak sekadar punya nama besar, tapi memahami karakter pemain Indonesia.
Kursi pelatih yang kosong menjadi simbol ketidakpastian arah baru sepak bola nasional.
Publik menantikan keputusan federasi apakah akan kembali ke pendekatan disiplin seperti era STY atau mencoba gaya baru yang lebih progresif.
Banyak pihak berharap, pelatih berikutnya mampu membangun identitas permainan yang konsisten dan sesuai dengan kekuatan lokal.
Kegagalan di Kualifikasi Piala Dunia 2026 diharapkan menjadi pelajaran penting bagi manajemen dan jajaran teknis PSSI.
Kini, arah Timnas Indonesia tengah berada di persimpangan antara pembaruan visi dan introspeksi mendalam atas sistem yang berjalan. ***