Kabar24.id - PLN tengah menghadapi situasi paradoks, listrik berlimpah tetapi keuangan merugi.
Fenomena kelebihan pasokan listrik atau oversupply sudah menghantui sejak 2015.
Baca Juga: FIFA Pastikan Erick Thohir Bisa Rangkap Jabatan Menpora dan Ketum PSSI
Laporan Transisi Energi Berkeadilan pada Agustus 2025 menyebut kelebihan daya mencapai 37,6 ribu gigawatt-jam.
Kerugian akibat oversupply ini tidak kecil, mencapai Rp44,1 triliun pada 2024.
Baca Juga: Proses Pengajuan Kerja Sama Dapur MBG 2025, Berikut Langkah dan Syaratnya
Lampu-lampu jalan di Jakarta tetap terang, pusat perbelanjaan dan perkantoran juga tidak pernah kekurangan listrik.
Namun di balik stabilitas itu, PLN justru dipaksa menanggung beban biaya besar.
Penyebabnya ada pada skema kontrak PLN dengan pembangkit listrik swasta.
Dalam kontrak take-or-pay, PLN wajib membeli listrik meski tidak dipakai.
Hal ini membuat PLN tetap membayar listrik yang akhirnya tidak terserap.
Alexandra Aulianta, peneliti dari Trend Asia, menilai skema ini merugikan.
Ia menyebut setiap 1 gigawatt listrik tidak terpakai bisa memicu kerugian Rp3 triliun.
Jika ada 6 gigawatt kelebihan, potensi kerugian mencapai Rp18 triliun.
Artikel Terkait
Ini Informasi Soal Jadwal dan Syarat Pendaftaran Pendamping Desa 2025, Besaran Gaji Terbaru
Proses Pengajuan Kerja Sama Dapur MBG 2025, Berikut Langkah dan Syaratnya
FIFA Pastikan Erick Thohir Bisa Rangkap Jabatan Menpora dan Ketum PSSI