Kabar24.id - Polemik stok beras nasional kembali mengemuka setelah laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memperlihatkan sederet persoalan serius. Sejak 2015 hingga 2024, berulang kali ditemukan kelemahan yang menimbulkan kerugian besar bagi negara.
Pada 2017, kerugian Rp1,2 triliun tercatat akibat pembelian beras di atas harga standar. Tahun berikutnya, 35 persen cadangan beras rusak akibat buruknya penyimpanan. Tahun 2021, biaya gudang melambung hingga Rp2,8 triliun per tahun.
Puncaknya, pada 2023–2024 ditemukan stok fiktif 540 ribu ton dan kerugian Rp3,5 triliun karena penumpukan beras.
Baca Juga: Telisik Awal Mula Bandara Banyuwangi, Sebelum di Blimbingsari Ternyata Lokasinya di Sini
Sekretaris IAW, Iskandar Sitorus, menilai klaim pemerintah soal gudang penuh justru kontraproduktif.
“Surplus di atas kertas tidak berarti apa-apa jika rakyat tetap menderita di lapangan,” katanya.
Ia mengingatkan bahwa klaim surplus harus diukur dari kenyataan harga dan distribusi, bukan sekadar angka statistik.
Pernyataan Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, tentang stok nasional 4 juta ton serta serapan gabah petani naik 2.000 persen, dinilai sekadar pencitraan. Iskandar menegaskan bahwa harga beras masih tinggi, distribusi tersendat, dan stok lama menumpuk.
Baca Juga: Operasi Trisila-25 Dimulai, Koarmada II Mantapkan Profesionalisme Prajurit Jalasena
Kemendagri pun mengibarkan bendera merah. Sekjen Kemendagri, Tomsi Tohir, menyoroti kegagalan distribusi Program SPHP.
Hingga kini realisasi distribusi hanya 2,94 persen dari target 1,3 juta ton. Dengan penyaluran harian sekitar 1.000 ton, target 7.100 ton jauh dari tercapai. Harga beras tetap bertahan Rp12.000–Rp18.000 per kilogram.
Menurut Kemendagri, situasi ini dipengaruhi praktik spekulasi dan penimbunan yang mereka sebut sebagai “vampir pangan”. Fenomena ini semakin menekan daya beli masyarakat.
Baca Juga: Upacara Hari Juang Polri Menguatkan Peran Polresta Banyuwangi di Masyarakat
Sementara itu, DPR melalui Ketua Komisi IV, Titiek Soeharto, menegaskan bahwa Bulog wajib menerapkan sistem “first in, first out”. Ia menegur praktik penyimpanan stok lama lebih dari setahun yang berisiko menimbulkan beras berkutu, busuk, dan merugikan anggaran.
Artikel Terkait
DPRD dan Pemkab Banyuwangi Sepakat PBB-P2 Tetap Stabil Tanpa Kenaikan
Upacara Hari Juang Polri Menguatkan Peran Polresta Banyuwangi di Masyarakat
Operasi Trisila-25 Dimulai, Koarmada II Mantapkan Profesionalisme Prajurit Jalasena
Telisik Awal Mula Bandara Banyuwangi, Sebelum di Blimbingsari Ternyata Lokasinya di Sini