Kabar24.id - Pemerintah menetapkan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 sebesar 0,25 persen atas pembelian emas batangan oleh bullion bank. Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 51 Tahun 2025 yang berlaku mulai 1 Agustus 2025.
Tarif pajak dikenakan terhadap lembaga jasa keuangan penyelenggara kegiatan usaha bullion yang telah mengantongi izin dari Otoritas Jasa Keuangan. Pengenaan pajak dihitung dari harga pembelian emas batangan, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Baca Juga: Pesona Pulau Tabuhan Banyuwangi, Pesona Pasir Putih di Tengah Laut
PMK 51 Tahun 2025 merupakan pembaruan dari aturan sebelumnya, yakni PMK 34 Tahun 2017. Beberapa ketentuan tetap berlaku, dengan penyesuaian terkait pengecualian pemungutan pajak atas kegiatan impor dan usaha tertentu.
Dalam aturan tersebut, terdapat 19 jenis barang yang dikecualikan dari pungutan PPh Pasal 22. Beberapa di antaranya adalah barang untuk kepentingan perwakilan negara asing, badan internasional, kegiatan sosial, ibadah umum, penelitian, serta kebutuhan pertahanan dan keamanan negara.
Baca Juga: Ungkap Alasan Prabowo Beri Abolisi ke Tom Lembong dan Amnesti untuk Hasto Kristiyanto
Barang lain yang termasuk dalam pengecualian mencakup vaksin polio, buku pelajaran, kapal laut, pesawat udara, kereta api, serta peralatan militer yang diimpor oleh lembaga resmi.
Selain emas batangan, tarif PPh Pasal 22 lainnya yang diatur dalam PMK ini meliputi tarif 10 persen untuk barang tertentu, 7,5 persen untuk sebagian barang impor, dan 0,5 persen untuk impor kedelai, gandum, dan tepung terigu.
Kebijakan ini menjadi bagian dari penguatan pengawasan fiskal dan pengendalian aktivitas perdagangan logam mulia melalui lembaga keuangan yang resmi dan terdaftar.
Berikut ini pengecualian pungutan PP Pasal 22 untuk impor barang yang dibebaskan dari pungutan bea masuk atau PPN berupa barang-barang:
1. barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik;
2. barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia dan tidak memegang paspor Indonesia yang diakui dan terdaftar dalam Peraturan Menteri yang mengatur mengenai tata cara pemberian pembebasan bea masuk dan cukai atas impor barang untuk keperluan badan internasional beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia;
3. barang kiriman hadiah/hibah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, kebudayaan, atau untuk kepentingan penanggulangan bencana;
Artikel Terkait
Ini Dia Kekayaan dari Bimo Wijayanto yang Digadang-gadang Akan Menjabat Dirjen Pajak
Pramono Anung Sebut Pemain Olah Raga Padel Rata-rata Orang Mampu, Direncanakan Kena Pajak Hiburan 10 Persen
Komisi XI Bahas Anggaran 2026 Eselon I Kemenkeu, Dirjen Pajak Minta Tambahan Anggaran Tertinggi Rp1,7 Triliun