Menurut dia, jika seseorang memahami tradisi lokal dan substansi syariat Islam secara mendalam, maka akan sampai pada kesimpulan bahwa akar budaya Nusantara banyak bersesuaian dengan nilai dan semangat yang ada pada ajaran Islam.
Ia mengimbau agar jangan sampai ada inferiority complex atau perasaan lebih rendah dari bangsa lainnya dalam diri masyarakat Indonesia, termasuk dalam beragama.
“Menurut saya, kiai-kiai di Indonesia justru lebih islami dan mahir dalam memahami Islam, meskipun dia hanya pakai sarung, kopiah atau pakaian kesehariannya. Melalui pemahaman keagamaan yang tepat dan terkait dengan tradisi-tradisi yang kita miliki, Islam malah lebih mudah diamalkan dan dipahami oleh seluruh suku dan bangsa di Nusantara,” ucapnya.
Baca Juga: Menyongsong Kebangkitan Ekonomi, Prabowo Siapkan Tiga Wamen Keuangan
Selain itu, ia juga meyakini bahwa kedaulatan Islam sejatinya diukur dari bagaimana Muslim dapat menjalankan ajaran agama dengan khidmat, paham budaya lokal, dan memberikan kontribusi nyata di lingkungan masyarakat.
Kedaulatan Islam, kata dia, bukan dicapai dengan bingkai perpolitikan yang berdasarkan syariat Islam, karena perpolitikan hanya salah satu cara menghadirkan Islam.
Zastrouw pun mengatakan, kejayaan dunia Islam justru dikenal bukan dari sistem politik atau kenegaraannya, melainkan dari perkembangan sains dan teknologi hasil temuan para ulama di zaman dulu.
Baca Juga: Ini Empat Usulan Bahlil Optimalkan Hilirisasi
“Kita ingat ketika umat Islam seperti Al-Khawarizmi, Ar-Razi, Ibnu Batuta, Al Idrisi, dan lain sebagainya mampu menemukan teknologi, mulai teknologi optik, teknologi kimia, teknologi ilmu sains matematika. Di situ Islam berkembang melalui pengetahuan dan peradaban, hingga didirikannya Baitul Hikmah sebagai pusat literatur di masa dinasti Abbasiyah,” ucapnya. (*)
Artikel Terkait
Layanan Disdukcapil Jember Peroleh Apresiasi Ombudsman
Ombudsman Minta Jember Bertahan di Zona Hijau Pelayanan
Bertengkar dengan Suami, Ibu di China Tega Telantarkan Anak di Tepi Lantai 23 Apartemen