• Senin, 22 Desember 2025

Falsafah Suguh, Gupuh, Lungguh Hidup di Festival Ngopi Sepuluh Ewu Banyuwangi

.
- Jumat, 7 November 2025 | 19:26 WIB
Nampak wisatawan asing saat menikmati kopi dalam acara ngopi Sepuh Ewu desa Kemiren Banyuwangi. Panitia siapkan satu kuintal kopi robusta lokal untuk Festival Ngopi Sepuluh Ewu Banyuwangi 2025 di Desa
Nampak wisatawan asing saat menikmati kopi dalam acara ngopi Sepuh Ewu desa Kemiren Banyuwangi. Panitia siapkan satu kuintal kopi robusta lokal untuk Festival Ngopi Sepuluh Ewu Banyuwangi 2025 di Desa

Kabar24.id - Di Desa Kemiren, Banyuwangi, secangkir kopi bukan sekadar minuman, melainkan simbol penghormatan dan kebersamaan yang berpijak pada falsafah suguh, gupuh, lungguh.

Falsafah itu menjadi napas utama Festival Ngopi Sepuluh Ewu 2025, yang digelar Sabtu malam, 8 November 2025, di jalan utama Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi.

Festival yang menjadi bagian dari Banyuwangi Festival (B-Fest) ini bukan hanya pesta kopi, tapi juga wujud nyata kearifan lokal masyarakat Osing dalam menyambut tamu dengan hati terbuka.

Ketua Panitia Festival, Moh Edy Saputro, mengatakan bahwa satu kuintal kopi robusta dari perkebunan lokal Banyuwangi disiapkan untuk dibagikan kepada warga dan pengunjung.

“Kopi itu nanti akan kami sebar ke warga yang tinggal di kanan-kiri jalan sebelum festival,” ujarnya pada Kamis, 6 November 2025.

Kopi robusta yang dikemas dalam ukuran 100 hingga 200 gram dibeli dari pelaku UMKM setempat. Hal ini merupakan bentuk dukungan terhadap UMKM lokal.

Dalam semangat suguh memberi suguhan setiap meja akan mendapat suplai kopi dan gula dua kali selama acara, agar tamu selalu terlayani dengan hangat.

Saat festival berlangsung, jalan utama Desa Kemiren akan ditutup total dan dipenuhi sekitar 300 meja serta kursi yang siap menyambut ribuan pengunjung dari berbagai daerah.

Nilai gupuh keramahan dan kesigapan tampak dari antusiasme warga yang dengan sukarela menyiapkan peralatan, memasak air, dan menyuguhkan kopi kepada siapa pun yang datang.

Sementara lungguh menghormati tamu yang duduk tercermin dari tradisi panjang warga Kemiren yang menjaga cangkir warisan turun-temurun, simbol kehangatan setiap pertemuan.

“Ketika seorang perempuan menikah, dia akan mendapat warisan berupa cangkir dan perlengkapan pecah belah dari orang tuanya,” tutur Edy.

Kini, dengan sekitar 1.100 kepala keluarga, jumlah cangkir di Desa Kemiren diperkirakan lebih dari 10 ribu buah bukti betapa dalamnya nilai budaya ngopi bagi masyarakat Osing.

Tradisi itu bukan sekadar seremonial, melainkan cara warga menjaga hubungan sosial yang dilandasi rasa hormat dan kebersamaan.

“Ngopi bagi warga Kemiren adalah bahasa persaudaraan, cara kami menjaga harmoni,” tambah Edy.

Halaman:

Editor: Anton Chanif M

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X