Kabar24.id -- Monica Kumalasari, seorang psikolog yang baru lulus dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia dan Pakar Gestur dan Mikroekspresi, berbicara tentang komentar Presiden Prabowo tentang pengunduran diri Miftah Maulana Habiburrahman dari jabatannya sebagai Utusan Khusus Presiden untuk bidang Kerukunan Umat Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan.
Berdasarkan wawancara yang dia jalani dengan ANTARA di Jakarta pada hari Minggu, Monica menemukan bahwa Prabowo menyembunyikan beberapa emosi yang tidak dia ungkapkan secara lisan. Salah satunya adalah kemarahan terhadap pria yang dikenal dengan nama Gus Miftah.
"Ada kemarahan yang terpendam, kekecewaan, dan rasa tidak nyaman," kata Pakar Gestur dan Mikroekspresi Paul Ekman Intl.
Monica mencatat beberapa hal menarik dari temuannya—yang juga dibantu oleh teknologi analisis gestur yang sangat akurat—meskipun penyampaian verbal pada komentar Prabowo merupakan bentuk framing positif terhadap tindakan pengakuan kesalahaan Gus Miftah.
Dalam hal kontrol emosi, Prabowo cenderung menunjukkan "kontrol rendah" atau kontrol rendah, yang berarti dia tidak berusaha mengontrol persepsi publik tentang situasi atau Miftah dan bersikap lebih alami.
Hasil yang paling menonjol adalah ekspresi wajah Prabowo saat dia membuat pernyataan. Monica melihat jelas adanya emosi kesal dan sedih.
“Saya melakukan analisa dengan melihat distribusi emosi yang muncul, dua emosi yang muncul dari ekspresi wajah adalah jijik dan sedih,” katanya.
“Kemudian saya melihat lagi dari model efek circumplex. Ini adalah suatu model teoritis untuk menggambarkan emosi seseorang, di mana muncul kekecewaan, rasa tidak nyaman, dan juga kemarahan,” kata Monica.
Monica berpendapat bahwa Prabowo sangat berhati-hati dalam memilih kata-kata karena pengalamannya dalam politik.
Prabowo, menurutnya, memilih untuk membuat pernyataan secara lebih halus. Namun, perasaan kecewa, sedih, dan marah terus muncul, menunjukkan ketidakpuasan yang juga dirasakan banyak orang terhadap tindakan Miftah.