Ia menyebut kuota taruna Akademi Kepolisian (Akpol) sering kali disisihkan untuk pihak-pihak yang memiliki kedekatan dengan pejabat tertentu.
“Orang mau masuk Polri jatahnya 100 orang, rakyatnya cuma dapat 10. Sisanya dibagi ke pejabat,” ungkap Mahfud.
Menurutnya, praktik seperti ini mencerminkan penyimpangan serius dalam sistem rekrutmen dan mengancam profesionalitas institusi.
Dorongan untuk Reformasi Polri
Mahfud mendesak agar pemerintah dan kepolisian segera melakukan reformasi menyeluruh untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat.
Ia menekankan pentingnya membangun sistem yang transparan dalam rekrutmen, promosi, dan pengangkatan pimpinan di tubuh Polri.
Menurut Mahfud, perubahan hanya bisa terjadi jika ada kemauan politik yang kuat dari pimpinan negara dan kesadaran internal di tubuh kepolisian.
“Reformasi Polri harus menyentuh akar masalahnya, bukan hanya mengganti orang di pucuk pimpinan,” tegasnya.
Pernyataan Mahfud tersebut kembali membuka diskursus publik tentang integritas lembaga penegak hukum di Indonesia.
Banyak pihak menilai kritiknya sebagai cermin dari keprihatinan terhadap kondisi hukum dan moralitas di tubuh aparat negara. ***
Untuk selalu memantau berita terbaru, ikuti terus Kabar24.id.